Terus Berbenah sebagai Bentuk Optimisme
Terus Berbenah sebagai Bentuk Optimisme
Pondok Pesantren Modern as-Salam ini terletak di
Dusun Kauman, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto. Konon, Dusun Kauman ini dulunya
adalah tempat pendidikan (barak) pasukan Majapahit. Kalau dilihat letak
geografisnya, PPM as-Salam memang tidak terlalu jauh dari Trowulan, yang
dulunya merupakan pusat Kerajaan Majapahit.
Secara historis, keberadaan PPM as-Salam ini
bermula dari keprihatinan Mbah Imam Puro, sesepuh desa bangsal, melihat kondisi masyarakat
waktu itu yang jauh dari kehidupan agama. Kemudian, beliau berinisiatif mendirikan
mushalla sebagai tempat ibadah sekaligus mengajarkan ajaran-ajaran Islam,
terutama baca al-Quran.
Kemudian, dakwah itu dilanjutkan keturunan beliau,
Mbah H. Abdus Salam beserta istrinya Hj. Masrurah. Mereka memiliki harapan yang
mulia agar kelak bisa mendirikan pesantren. Untuk itu, mereka mengirim putra-putranya—KH.
Abbas Nawawi, KH. Abdullah Nawawi dan KH. Drs. Syu’aib Nawawi, M.Pd.I—untuk belajar
di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.
Untuk mewujudkan wasiat orangtua, ketiga putra
pasangan H. Abdus Salam dan Hj Masrurah serta dibantu saudara-saudaranya bersepakat
untuk mendirikan PPM as-Salam. Pada tahun 1992, mereka mendirikan 2 lokal
bangunan, baru selesai 40 persen, kemudian terhenti karena keterbatasan dana.
Sepuluh tahun kemudian (2002), bangunan 2 lokal
tersebut dilanjutkan sampai selesai. Ketika itu, PPM as-Salam hanya memiliki
pelatihan bahasa Arab dan Bahasa Inggris serta TKA/TPA. Setahun kemudian (2003),
berdirilah SMP Islam as-Salam dan menerima santri baru. Kemudian menambah 2
lokal bangunan dan kantor (2004) dan 3 lokal asrama santri (2009)
PPM as-Salam memiliki visi: berbudi luhur,
berpengetahuan luas, beramal ilmiah. Misinya: Pertama, menumbuhkan penghayatan
dan pengamalan ajaran agama Islam serta berbudaya bangsa sebagai sumber
kearifan dalam bertindak. Kedua, mengembangkan potensi akademik peserta
didik secara optimal sesuai dengan bakat dan minat melalui proses pembelajaran.
Ketiga, membentuk kepribadian kepemimpinan yang didasari Imtaq dan Iptek.
Saat ini SMP Islam as-Salam dikelola oleh Yayasan
Pondok Pesantren Modern as-Salam yang beranggotakan keluarga almarhum H. Abdus
Salam dan tokoh masyarakat yang peduli terhadap pendidikan Islam. Sebagai
penentu kebijakan dan pelaksana harian adalah KH. Abbas Nawawi, KH. Abdullah
Nawawi, dan KH. Drs. Syu’aib Nawawi, M.Pd.I. serta dibantu oleh Pengasuhan
Santri dan Kepala Sekolah SMP Islam as-Salam.
Membumikan Nilai Gontor
Menurut Ketua Yayasan Pondok Pesantren Modern
as-Salam, KH. Drs. Syu’aib Nawawi, M.Pd.I., kurikulum yang diterapkan di PPM
as-Salam adalah perpaduan antara Kurikulum Dinas Pendidikan Nasional dan Kurikulum
PM Darussalam Gontor Ponorogo. “PPM as-Salam merupakan pesantren alumni Gontor,
dan sudah beberapa kali mengirimkan para alumnusnya untuk mengabdi di pesantren
ini,” ujarnya.
Ketika pertama kali menerima santri di tahun 2003,
ada 12 santri yang mendaftar. Jumlah ini terus mengalami peningkatan: 12 santri
(2004), 9 santri (2005), 30 santri (2006), 30 santri (2007), dan 19 santri (2008).
Namun, jumlah ini terus mengalami penurunan hingga saat ini hanya tinggal empat
orang santri.
Secara fasilitas, PPM as-Salam saat ini sebenarnya
cukup memadai: 4 ruang kelas, 3 ruang asrama, dapur santri, laboratorium
komputer, mushalla, perpustakaan, dan kantor guru. “Penyebab penurunan jumlah
santri ini ada banyak hal, salah satunya karena persaingan pendidikan,” ujar
pria yang memiliki enam cucu ini.
Kini, PPM as-Salam mulai berbenah kembali. Dengan
penunjukan Chabib Ahmad Ghozali, SE (2014) sebagai Kepala Sekolah SMP Islam
as-Salam, putra dari almarhum KH. Abdullah Nawawi, berbagai perbaikan mulai
digalakkan, baik kegiatan-kegiatan santri maupun perbaikan sarana-prasana
pesantren.
Dari segi kegiatan santri, Ustad Chabib mengatakan,
selain memasukkan beberapa mata pelajaran pesantren dalam Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) pagi hari—seperti bahasa Arab, mahfuzhat, tarikh Islam,
muthala’ah, dan lain-lain—santri juga ditambah dengan pelajaran sore dan malam
hari.
Untuk belajar sore, setiap Senin sore santri
diberi bekal ilmu qira’ah—baik qira’ah lagu maupun tartil. Untuk belajar malam,
selepas Isya’ diisi dengan berbagai pelajaran, seperti kajian tafsir, hadis,
terjemah, nahwa-sharaf, kajian kitab kuning, serta peningkatan kemampuan berbahasa
Inggris. “Kegiatan ini berlangsung sampai pukul 21.00 WIB sebelum santri istirahat
malam,” ujarnya
Inilah di antara cara PPM as-Salam membumikan
nilai-nilai Gontor, sebagaimana sering diungkapkan Kiai Gontor bahwa pesantren
itu tidak pernah tidur. Artinya, menyibukkan santri dengan berbagai kegiatan.
Kesibukan inilah sebagai media untuk mengekspresikan bakat dan minat santri.
Kalau dilihat kenakalan remaja saat ini, tawuran sudah
menjadi hal yang jamak terjadi. Penyebabnya adalah kurangnya pengawasan dan
minimnya media yang mewadahi kegiatan siswa. Itulah kenapa SMP Islam as-Salam
didirikan dalam bentuk pesantren. Pesantren ini sangat penting untuk perbaikan
generasi mendatang, khususnya perbaikan akhlak dan moral.
KH. Syu’aib Nawawi masih ingat nasihat ibunya,
Hj. Masrurah, agar betul-betul memperhatikan tentang perbaikan akhlak, terutama
adab sopan santun santri dengan santri dan santri dengan guru. Jadi, selain
mempelajari ilmu, di dalam pesantren ada perbaikan dari sisi akhlak. “Itulah keunikan
pondok pesantren,” ujar Kiai yang berprinsip bekerja keras dan tekun
beribadah ini.
Memang agak sulit mengadopsi Kurikulum PM
Darussalam Gontor secara utuh, karena sistem pendidikan di Gontor selama 6
tahun (setingkat SMP dan SMA), sedangkan di PPM as-Salam baru ada pendidikan
setingkat SMP. Untuk itu, PPM as-Salam akan membuka MAK Grafika jurusan
Penerbitan dan Multimedia di tahun ajaran baru mendatang.
Dengan harapan, Kurikulum PM Gontor bisa diadopsi
dan diadaptasi secara maksimal, meski tetap dipadukan dengan Kurikulum
Departemen Pendidikan dan Departemen Agama. Tentu, butuh kerja ekstra keras
untuk mewujudkan cita-cita ini.
Titik Balik
Menurut KH. Syu’aib Nawawi, berkaca dari PM
Darussalam Gontor, titik balik pesantren sebenarnya terjadi sesudah peristiwa tahun
1969 di mana semua santri dipulangkan. Setelah dipanggil kembali, ternyata hanya
9 santri yang datang. “Saya orang yang pertama kali sampai ke Gontor,” ujarnya
mengenang saat nyantri di Gontor.
Namun, KH. Imam Zarkasyi mendidik kesembilan
santri itu dengan sepenuh jiwa dan totalitas. Justru ketika itulah Kiai Syu’aib
betul-betul merasakan gemblengan salah satu Trimurti Pendiri PM Darussalam Gontor
ini. Hal serupa kini sebenarnya terjadi di PPM as-Salam: santri hanya tinggal 4
orang. “Inilah saatnya untuk berbenah dan menunjukkan totalitas,” ujar alumni
Gontor 1974 ini.
Menurut Chabib Ahmad Ghozali, SE., Kepala Sekolah
SMP Islam as-Salam, selain menggeliatkan kegiatan santri, berbagai perbaikan
sarana-prasaran juga mulai digalakkan. Misalnya, renovasi gerbang pesantren,
kamar mandi, dapur, dan lain sebagainya. Dengan harapan, ketika santri baru
datang semua infrastruktur sudah siap dan memadai.
Kalau dilihat dari fasilitas yang ada, PPM
as-Salam sebenarnya sudah bisa menampung 100-120 santri. Meski saat ini santri
tinggal empat orang, alumni Gontor tahun 2002 ini berharap, PPM as-Salam ke
depan bisa lebih banyak lagi berkontribusi bagi umat. “Kita terus berbenah. Inilah
bentuk kesungguhan dan optimisme kita,” tandasnya. Wiyanto Suud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar