Kamis, 03 Mei 2018

Isi, Jiwa dan Masa Depan Pondok Pesantren





 Untuk memperoleh pengertian tentang pondok pesantren, kita tidak usah membuat analisa terlalu mendalam (bahasa Jawa: njlimet) dengan meninjau sejarah pondok terlalu jauh sampai ke zaman kuno, membandingkannya dengan sistem pendidikan Mandala dan sebagainya.
Untuk itu, cukuplah kiranya apabila kita memperhatikan perkembangan agama Islam di Tanah Air kita sekitar abad ini, kira-kira 100-200 tahun yang lalu, yaitu pada waktu lembaga yang kita sebut “pondok pesantren” dengan jelas menunjukkan peranannya yang sangat penting dalam syiar agama Islam.
Sudah tentu kita tidak dapat menerima pengertian pondok pesantren sebagaimana definisi yang diberikan oleh para orientalis, misalnya Snouck Hurgrounje, yang hanya memperhatikan bentuk fisik pondok pesantren: gedung dan bentuk asrama para santri dengan segala tradisinya yang statis.
Sebab memang bukan itu hakikat pondok pesantren yang telah banyak memberikan jasa kepada bangsa Indonesia. Ini tidak dapat dipungkiri. Sebagai definisi umum, pondok pesantren adalah berwujud lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama, kyai sebagai sentral figurnya, masjid sebagai titik pusat yang menjiwainya.
Isi Pondok Pesantren
1.            Hakikat pondok pesantren terletak pada isi atau jiwanya, dan bukan pada kulitnya atau luarnya saja. Dalam isi dan jiwanya itulah kita bisa temukan jasa pondok pesantren bagi umat dan bangsa.
2.            Isi pokok pondok pesantren adalah pendidikan. Selama beberapa abad pondok pesantren telah memberikan pendidikan (ruhaniyah) yang sangat berharga kepada para santri sebagai kader-kader mubalig dan pemimpin umat dalam berbagai bidang kehidupan.
3.            Di dalam pendidikan itulah terjalin jiwa yang kuat yang sangat menentukan filsafat hidup para santri. Adapun pelajaran dan pengetahuan yang mereka peroleh selama bertahun-tahun tinggal di pondok pesantren hanya merupakan kelengkapan atau tambahan.
Jiwa Pondok Pesantren
Kehidupan dalam pondok pesantren dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat kita simpulkan dalam Panca Jiwa Pondok sebagai berikut:
1.    Jiwa keikhlasan
Sepi ing pamrih, tidak didorong keinginan untuk memperoleh keuntungan tertentu, semata-mata karena untuk ibadah lillah. Ini meliputi segenap suasana kehidupan di pondok pesantren.
Kyai ikhlas mengajar, para santri ikhlas belajar, lurah pondok ikhlas membantu. Segala gerak-gerik dalam pondok pesantren berjalan dalam suasana keikhlasan yang mendalam. Dengan demikian, terdapat suasana hidup yang harmonis antara kyai yang disegani dan santri yang taat dan penuh cinta serta hormat.
2.    Jiwa Kesederhanaan
Kehidupan dalam pondok diliputi suasana kesederhanaan, tetapi agung. Sederhana bukan berarti pasif  (bahasa Jawa: Narimo), bukan itu artinya dan bukan karena kemelaratan atau kemiskinan, tetapi mengandung unsur kekuatan dan ketabahan hati, penguasaan diri dalam menghadapi segala kesulitan.
Maka di balik kesederhanaan itu, terpancarlah jiwa besar, berani maju terus dalam menghadapi perjuangan hidup dan pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan di sinilah tumbuh mental dan karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi suksesnya perjuangan dalam segala segi kehidupan.
3.    Jiwa Berdikari
Inilah senjata hidup yang ampuh. Berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri bukan saja dalam arti bahwa santri selalu belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri, tetapi juga pondok pesantren itu sendiri sebagai lembaga pendidikan tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada bantuan dan belas kasihan orang lain.
Itulah zelf berdruiping system atau sama-sama memberikan iuran dan sama-sama dipakai. Namun tidak bersikap kaku dan menolak orang-orang yang hendak membantu pondok, membela pondok. Justru pondok perlu dibela, dibantu dan diperjuangkan. Siapa lagi yang mau membela, membantu dan memperjuangkan kalau bukan kita umat Islam.
4.    Jiwa Ukhuwah Islamiyah
Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab sehingga segala kesenangan dirasakan bersama, dengan jalinan perasaan-perasaan keagamaan. Tali ukhuwah persaudaraan ini bukan hanya selama di pondok pesantren, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan umat dalam masyarakat sepulang dari pondok.
5.      Jiwa Bebas
Bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa depannya, dalam memilih jalan hidup di tengah masyarakat kelak, dengan berjiwa besar dan optimis dalam menghadapi kesulitan. Kebebasan itu bahkan sampai pada bebas dari pengaruh kolonial asing. Di sinilah harus dicari kenapa pondok pesantren mengisolir diri dari kehidupan barat yang dibawa oleh penjajah.
Hanya saja dalam kebebasan ini sering kali kita temui unsur-unsur negatif, yaitu apabila kebebasan itu disalahgunakan, terlalu bebas sehingga kehilangan arah dan tujuan atau prinsip. Ada pula yang terlalu bebas, tidak mau dipengaruhi, berpegang teguh kepada tradisi yang dianggap sakral sehingga tidak mau melihat di sekitarnya dan perubahan zaman.
Akhirnya tidak bebas lagi karena mengikatkan diri pada yang diketahui itu saja alias kolot. Maka kebebasan itu harus dikembalikan pada aslinya, yaitu bebas di dalam batas-batas disiplin yang positif, dengan penuh tanggung jawab, baik di dalam kehidupan pondok pesantren maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Jiwa bebas yang menguasai suasana kehidupan dalam pondok pesantren itulah yang dibawa oleh santri sebagai bekal pokok dalam kehidupannya di tengah masyarakat. Jiwa pondok pesantren inilah yang harus senantiasa dipegang, dihidupkan, dipelihara dan dikembangkan sebaik-baiknya.
Masa Depan Pondok Pesantren
Sebagian besar atau mayoritas pondok pesantren pada masa lalu biasanya lebih banyak mengagung-agungkan kebesaran lama pada abad-abad lampau sehingga menjadi statis. Hal ini hanya boleh berlaku pada masa-masa bertahan terhadap himpitan tekanan penjajahan yang berusaha menghancurkan pondok pesantren dan agama Islam.
Ketika itu, pondok pesantren dalam keadaan lemah tak berdaya untuk berkonfrontasi total melawan penjajah. Pada masa kemerdekaan, lebih-lebih pada masa revolusi yang selalu meningkat sekarang ini, pondok pesantren harus memandang jauh ke masa depan, sepuluh, dua puluh tahun yang akan datang.
Mengingat perkembangan zaman yang senantiasa maju dan berubah-ubah, maka seharusnya pelajaran dalam pondok pesantren diselenggarakan untuk masa depan kehidupan para santri di dalam masyarakat, dengan menggunakan didaktik dan metodik yang menguntungkan pula. Meski demikian, kita tidak usah mengubah inti pendidikan keagamaan dan jiwa pondok pesantren di atas.
Jika dikehendaki, pondok pesantren dapat terus mempertahankan kehidupannya, maka syarat-syarat material harus diperhatikan. Untuk itu, harus ada wakaf yang menjadi backing bagi kelangsungan hidup pondok pesantren dan untuk dapat senantiasa meninggikan mutu pendidikan dan pengajarannya. Sebagai contoh, kita perhatikan bagaimana Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir mengembangkan wakafnya.
Satu hal lagi yang sering kali dilupakan pondok pesantren pada masa lampau, yaitu pembentukan kader, generasi atau penerus untuk kelanjutan dan kelangsungan hidup pondok pesantren. Hidup matinya sosok kyai atau pemimpin pondok pesantren merupakan kelangsungan hidup suatu pondok pesantren.
Sebagai lembaga pendidikan Islam, tiap-tiap pondok pesantren harus menyiapkan kader-kader yang akan menggantikan dan mengembangkan usaha dan apa yang dirintis oleh generasi tua. Dengan demikian, pondok pesantren akan tetap terus hidup dan berkembang, meskipun kyai-kyainya telah berulang kali berganti.
Apabila disetujui dapat dipikirkan kiranya untuk mengorganisir penyelenggaraan pondok pesantren sebaik-baiknya, dengan manajemen serapi mungkin. Ini sebenarnya hanya merupakan perumusan dari tradisi pondok pesantren yang sudah lama berlaku ke dalam tata laksana pendidikan pondok pesantren yang lebih baik dan teratur.
Jadi, segala sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan pondok pesantren akan dapat diatur sebaik-baiknya dan seefisien mungkin, termasuk di dalamnya tentang batas-batas hak dan kewajiban kyai, ustadz, para santri, dan pondok pesantren itu sendiri. Ini lebih menjamin kelangsungan hidup, keselamatan dan perkembangan pondok pesantren di masa mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar