Kamis, 03 Mei 2018

Kampus Penulisan dan Desain Grafis




Tentang desain grafis atau grafika sudah dibahas sebelumnya. Kali ini kita akan membahas tentang penulisan atau tradisi literasi. Menulis adalah suatu seni atau suatu cara bagaimana menuangkan, mengekspresikan dan memaparkan beberapa buah pikiran yang masih terkandung dan tersimpan di dalam hati sanubari seorang pengarang.
Bisa dibilang, menulis adalah pekerjaan ruhani yang tampak dalam wujud jasmani. Yang dimaksud ruhani yaitu beberapa buah pikiran atau pandangan. Sedangkan yang dimaksud dengan jasmani adalah perkataan-perkataan atau tulisan-tulisan. Lebih tepatnya, yaitu mulut dan pena.
Adapun media yang digunakan untuk menuangkan dan mengekspresikan beberapa pikiran itu ada dua macam, yaitu dengan suara dan tulisan.
Menuangkan dalam suara atau perkataan dapat melalui beberapa cara, yaitu:
1.            Tanya jawab atau debat
2.            Dengan membaca
3.            Dengan khotbah, pidato-pidato, dan lain-lain
Adapun menuangkan atau mengekspresikan dengan tulisan pun dapat menggunakan beberapa cara, yaitu:
1.            Dengan surat-menyurat.
2.            Dengan risalah, buku, dan kitab-kitab.
3.            Dengan buletin, pamflet, brosur, maklumat, etiket, dan rencana program kerja.

Tradisi Literasi sebagai Ukuran Kemajuan Bangsa
Menulis ini bisa berarti menulis buku, kitab, hikayat, roman, tambo, pantun, puisi, dan lain-lain. Penulis yang baik itu kalau makna yang terkandung memberi kesan yang mendalam dan susunan kalimatnya terstruktur dengan baik.
Sedangkan jurnalistik bisa diartikan sebagai keadaan-keadaan yang berkaitan dengan terbitnya koran, majalah, dan lain sebagainya, yakni segala hal yang berkaitan dengan media massa.
Untuk mencapai kemajuan di masa mendatang, dunia tulis-menulis dan media massa ini tidak bisa dianggap remeh atau kurang penting. Sebagai bangsa, Indonesia ini bisa dibilang masih terbelakang bila dibandingkan dengan bangsa lain.
Karena itu, ilmu penulisan dan jurnalistik patut mendapat perhatian khusus. Bisa dikatakan, maju mundurnya sebuah bangsa ditentukan oleh budaya baca-tulis yang ada di negara tersebut. Lebih singkatnya, maju mundurnya sebuah bangsa ditentukan oleh tradisi literasi di negara tersebut.
Itulah ukuran yang tepat untuk melihat tingkat kecerdasan dan moral sebuah bangsa. Buku dan koran yang mencerdaskan adalah perguruan tinggi bagi rakyat jelata yang tak mungkin lagi untuk melanjutkan studi di bangku sekolah. Seorang jurnalis senior pernah berkata, “Keadaan media massa kita adalah cermin kecerdasan masyarakat kita.”
Bagaimana pun keadaan masyarakat, entah itu lemah, miskin dan tertindas, masih tetap bisa dididik, dibimbing, dan diarahkan menuju perubahan yang lebih baik, yakni terpelajar, cerdas, semangat tetap membara, punya kemauan keras, dan memiliki pengetahuan yang luas dalam berbagai bidang. Syaratnya hanya satu, mau membaca buku, kitab, dan koran.
Semua itu bisa dilakukan secara autodidak. Pada akhirnya, mereka dapat berkarya berdasarkan potensi yang dimiliki tanpa harus bersekolah di perguruan tinggi.
Dengan membaca buku dan koran, maka rakyat akan pandai dan cerdas memilih dan memilah, serta memperluas cakrawala wawasan dan pengetahuan. Di samping itu, membaca koran ini dapat mengakrabkan masyarakat karena mereka saling berbagi informasi dan mendiskusikan isu hangat menjadi perhatian publik. Dari situlah akan lahir pergerakan masyarakat yang positif dan menampung aspirasi rakyat kecil.
Bisa diumpamakan, tradisi baca-tulis dan jurnalistik merupakan profesor yang memberi nutrisi gizi bagi otak dengan berbagai macam hal, yakni pengetahuan, kecerdasan, etika, moral, mental, dan seterusnya.
Karena itu, tugas dan tanggung jawab para penulis dan jurnalis ini sangat berat dan butuh dedikasi yang tinggi. Kenapa demikian? Karena mereka harus memikirkan cara, metode, dan strategi untuk membawa dan membimbing masyarakat menuju kemajuan, kesadaran, keinsafan, dan kebahagiaan.
Pada bab-bab selanjutnya akan dijelaskan apa saja bekal dan syarat orang yang mau menjadi penulis dan jurnalis. Jadi, di sini kita baru paham betapa mulia dan pentingnya pekerjaan sebagai penulis dan jurnalis ini. Apa pepatah Arab mengatakan:
لَوْ نُزِلَ الْوَحْيُ عَلَى غَيْرِ الْأَنْبِيَاءِ لَنُزِلَ عَلَى أَقْلَامِ الْكُتَّابِ
Jika sekiranya wahyu itu dapat diturun kepada selain para nabi, niscaya akan diturunkan kepada para penulis.
Anda bisa berkomentar apa saja dengan peribahasa ini. Namun yang paling penting, kini kita sadar dan insaf betapa pentingnya tradisi literasi bagi kemajuan sebuah bangsa. Untuk itu, marilah berlomba-lomba untuk kembali menghidupkan tradisi literasi ini agar cita-cita mulia memajukan bangsa dan negara segara dapat terwujud.
Semoga penjelasan ini benar-benar menancap dalam sanubari sehingga kita bisa mengambil langkah-langkah cepat dan tepat untuk mewujudkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar