Kamis, 03 Mei 2018

KH Hasan Abdullah Sahal Meresmikan Masjid Nurus Salam




Di Pondok Pesantren Modern As-Salam Mojokerto
“Menjalin Tali Ukhuwah Lillah”
Rabu pagi (29/11), keluarga besar Pondok Pesantren Modern As-Salam Mojokerto tampak sibuk mempersiapkan kegiatan. Tak hanya santri dan guru yang hadir, tampak juga para alumni Gontor yang tergabung dalam IKPM Mojokerto dan sekitarnya, santri Gontor yang sedang libur pertengahan tahun, wali santri Gontor, dan masyarakat sekitar Pondok Pesantren Modern As-Salam.
Ya, pagi itu mereka akan menyambut kedatangan KH Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Bukan tanpa alasan, kedatangan beliau kali ini untuk meresmikan Masjid Nurus Salam sebagai pusat kegiatan ubudiyah santri Pondok Pesantren Modern As-Salam Mojokerto.
Selain acara peresmian masjid, kegiatan ini sekaligus untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1439 H. Setiap tahunnya Pondok Pesantren Modern As-Salam memang mengadakan acara pengajian Maulid Nabi untuk masyarakat sekitar. Kebetulan tahun ini diserentakkan dengan acara peresmian masjid. Semua guyup seolah menjadi ajang silaturahim.
Tepat kiranya pada acara Peresmian Masjid Nurus Salam dan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1439 H ini mengambil tema “Menjalin Tali Ukhuwah Lillah” mengutip surah al-Hujurat (49) ayat 10, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Karena itu, damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah agar kamu mendapat rahmat.”
Ustad Chabib Ahmad Ghozali, SE selaku Pimpinan Pondok Pesantren Modern As-Salam dalam sambutannya menyampaikan sejarah singkat kenapa masjid itu diberi nama “Nurus Salam”. “Dulu, sebelum Pesantren As-Salam ini berdiri, ada surau bernama An-Nur di sini, nama itu kemudian digabungkan dengan nama As-Salam sehingga menjadi Nurus Salam,” ujarnya.
Selain itu Ustad Chabib juga menyampaikan estafet pembangunan pondok, yakni menambah sarana gedung kelas MA Grafika As-Salam. “Saat ini anak-anak masih menempati kelas darurat. Karena itu, gedung kelas ini menjadi kebutuhan urgen,” kata Ustad Chabib.
Program grafika ini mendapat perhatian khusus di Pesantren As-Salam, yakni fokus di literasi dan desain grafis. Mata pelajaran penulisan, penyuntingan, penerjemahan, dan desain grafis diajarkan secara formal di dalam kelas. Tak hanya itu, santri juga belajar jurnalistik dan sudah menelurkan Majalah As-Salam.
Kalau Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang saat ini populer di sekolah, yakni membaca selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai, di Pondok Pesantren Modern As-Salam justru santri sudah belajar menulis, menyunting dan menerjemahkan naskah. Bahkan, setiap hari Jumat malam ada bedah buku yang dikelola santri secara mandiri.
Sementara itu, KH Hasan Abdullah Sahal (Pengasuh Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo) dalam sambutannya mengatakan, Pesantren As-Salam ini punya hubungan yang erat dengan Gontor. Pendirinya KH Abbas Nawawi, KH Abdullah Nawawi, dan KH Syuaib Nawawi, bisa dibilang Trimurti As-Salam, ketiganya merupakan alumni Gontor, murid Trimurti Pendiri Pondok Modern Gontor.
Uniknya, ketiga-tiganya yang secara bergantian menjadi penanggung jawab dapur KH Ahmad Sahal semasa beliau masih hidup. Uniknya lagi, kalau di Gontor yang wafat duluan KH Zainuddin Fananie, yang tengah-tengah, pun demikian di As-Salam, yakni KH Abdullah Nawawi.
Khusus berkaitan dengan peresmian masjid, Kiai Hasan menyampaikan, pesantren adalah benteng terakhir rakyat dalam melawan penjajah. Kalau dalam masa perang dulu pesantren sebagai benteng dan markas para gerilyawan, di era pasca kemerdekaan ini pesantren berperan sebagai benteng akidah, akhlak dan moral masyarakat. Inilah sumbangsih terbesar pondok pesantren terhadap bangsa. “Karena itu, pesantren sejak dulu hingga kini tetap anti penjajah dan penjajahan,” ujar Kiai Hasan.
Santri dididik sebagai munzhirul qaum, yakni memberi peringatan kepada umat agar tidak kebablasan. Mereka inilah para penjaga akidah, akhlak, dan moral umat di masa depan. “Karena itu, pesantren perlu dibela, dibantu, dan diperjuangkan. Bondo bahu pikir lek perlu sak nyawane pisan,” kata Kiai Hasan.
Sebagai acara puncak, yakni Hikmah Maulid Nabi, disampaikan oleh KH Fathurrohaman (Pengasuh Pesantren Miftahus Syariah Mojokerto). Kiai Fathur mempertajam apa yang disampaikan oleh Kiai Hasan bahwa bicara tentang pesantren berarti bicara tentang masjid. Bicara tentang masjid berarti bicara tentang kurikulum shalat.
Sebelum shalat, kita diwajibkan untuk berwudhu. Memang dalam wudhu secara lahiriah yang disucikan itu mulut, hidung, wajah, tangan, rambut, telinga dan kaki. “Secara batiniah itu berarti kita harus bersuci dari ucapan, penciuman, penglihatan, pendengaran, pikiran dan tindakan,” ujar Kiai Fathur.
Dalam ceramah yang disampaikan dalam bahasa Jawa khas Pesantren Salaf itu, Kiai Fathur mengutip Surah al-Ankabut (29) ayat 45, “Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar.” Perbuatan keji itu kaitannya dengan diri, sedangkan mungkar berkaitan dengan orang lain.
Keji dan mungkar itu sudah mencakup semuanya. Kalau shalat tidak memberi efek perubahan dalam diri seseorang, berarti shalatnya perlu dipertanyakan. Artinya, selama ini kita baru menguasai ilmu shalat, tapi kehidupan kita belum dikuasai oleh shalat. “Kehidupan kita ini harus dikuasai oleh agama, bukan menguasai agama,” ujar Kiai Fathur.
Ringkasnya, ritual shalat memang wajibnya dilakukan lima kali dalam sehari semalam. Namun, praktik shalat itu hadir dalam semua lini kehidupan umat Islam. “Saat ini banyak sekali orang yang pintar dan mengerti tentang agama, tapi perilaku dan akhlaknya tidak mencerminkan keteduhan dan kedamaian,” tandas Kiai Fathur.
Sejak zaman Rasulullah, masjid memang menjadi pusat perubahan dan pergerakan, pusat penyucian jiwa dari penyakit hati dan pusat kegiatan membangun peradaban Islam. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat. Demikian pula dengan para walisanga, dan tradisi itu diteruskan pondok pesantren hingga kini.
Acara Peresmian Masjid Nurus dan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1439 H di Pondok Pesantren Modern As-Salam Mojokerto ini ditutup dengan doa yang dipimpin oleh KH Syuaib Nawawi, dan shalat Zuhur berjamaah yang dipimpin oleh KH Hasan Abdullah Sahal.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar